19 April 2015

Bhaskara 86

Mendengar alunan musik instumental Jazz Fusion yang dimainkan Bhaskara 86 yang berjudul "Putri" dari sebuah stasion radio, mengingatkan kembali akan 30 tahunan yang lalu. Dimana ketika itu, Bhaskara tampil di TVRI. Dengan penampilannya yang energik, saya sempat terpikat akan permainan band tersebut. Sehingga akhirnya memutuskan untuk membeli kaset dari salah satu band terbaik tanah air dengan genre jazz fusion ini.
Sebuah kaset bersampul biru dengan foto personel band berbaju putih, bertuliskan Bhaskara 86, sempat saya beli dengan hanga Rp.2250. Lagu lagu yang diusung dalam album tersebut digarap secara apik, variatif dan tidak pernah bosan untuk dinikmati sampai saat ini, meskipun usianya sudah hampir 30 tahun.
Lalu siapakah grup musik Bhaskara 86 itu.
Bhaskara 86 adalah salah satu grup musik terbaik di tanah air dengan genre Jazz Fusion. Bhaskara merupakan grup musik pertama Indonesia yang berkesempatan bermain di North Sea Jazz Festival di Den Haag, yaitu suatu ajang perhelatan jazz tahunan yang diadakan di Belanda. Bhaskara terbentuk pada juni 1985 atas peran Ireng Maulana yang bertindak sebagai produser dan supervisor pertunjukan. Pada tahun itu pula dibawah tanggung jawab PT Bhaskara Production pimpinan Peter F Ghonta berangkatlah Bhaskara ke Belanda untuk mengikuti ajang festival jazz tahunan di Den Haag Belanda. Penampilannya sangat sukses, sehingga tahun berikutnya Bhaskara diberi kesempatan kembali untuk tampil di North Sea Jazz Festival oleh pihak panitia.

Formasi awal Bhaskara 85 adalah :
  • Udin Zach pada saxophone dan flute, 
  • Didi Hadju pada piano, 
  • Bambang Nugroho pada keyboard, 
  • Perry Pattiselano pada bass, 
  • Kiboud Maulana pada gitar, 
  • Luluk Purwanto pada biola, 
  • Karim Suweileh pada drum, 
  • Dullah Suweileh pada perkusi, 
  • Nunung Wardiman sebagai vokal. 

Dalam permainan musiknya pada ajang North Sea Jazz Festival, Bhaskara dianggap sangat sukses dengan memainkan lagu yang sangat mewakili Indonesia. Diantaranya lagu "Es Lilin, Betawi,". Tahun 1986 Bhaskara kembali tampil di North Sea Jazz Festival untuk kedua kalinya. Setelah sukses dalam ajang festival di Den Haag Belanda, Bhaskara merekam album pertamanya pada tahun itu juga yang produksi Bhaskara Musik Produktion dibawah label Aquarius Indonesia Record dengan nama BHASKARA 86. Setelah sukses merekam album, Bhaskara banyak menjalani tour pertunjukan di berbagai daerah di tanah air. Lagu lagu yang dimainkan betul betul memukau penikmat jazz fusion pada saat itu. Seperti pada lagu Betawi yang menyematkan nada nada betawi yang dimainkan oleh lengkingan biolanya Luluk Purwanto.

Berbeda dengan formasi Bhaskara pertama tahun '85, di tahun '86 formasi mengalami sedikit perubahan. Formasi baru personel Bhaskara 86 adalah 
  • Udin Zach - flute dan saxophone, 
  • Djoko WH - gitar, 
  • Mates - bass, 
  • Bambang Nugroho - piano,
  • Didi Hadju - keyboard, 
  • Luluk Purwanto - biola dan vokal, 
  • Karim Suweileh - drum, 
  • Dullah Suweileh - perkusi 
  • Vonny Sumlang - vokal 

Pada formasi ini Vonny Sumlang menggantikan peran Nunung Wardiman yang harus melanjutkan pendidikan di Perancis.
Pada penjualan kaset album Bhaskara 86 berhasil membukukan hingga 75 ribu kaset, suatu angka yang luar biasa untuk pemasaran lagu bergenre jazz di Indonesia. Ada sebuah lagu dari album Bhaskara 86 yang hampir semua orang hafal atau paling tidak mengenal dengan lagu ini, meski kebanyakan tidak hafal dengan judul lagu serta yang membawakannya. Karena lagu ini sempat dijadikan sebagai jinggel di akhir acara berita Seputar Indonesia di RCTI. Lagu tersebut berjudul "Betawi". Permainan dari pemain biola wanita cantik pada lagu Betawi, mampu menghadirkan nuansa khas daerah betawi. Selain lagu betawi ada lagu populer lainnya, "Putri". Lagu ini merupakan ciptaan Yanti R yang merupakan kependekan dari Siti Hardiyanti Rukmana, atau lebih dikenal dengan mbak Tutut.
Ada yang unik dengan lagu lagu pada album Bhaskara yaitu hadirnya seorang pemain biola wanita cantik. Luluk Purwanto seorang violis yang menjadi primadona dalam grup Bhaskara dengan permainan biola hijaunya. Di album ini Luluk Purwanto bermain pada lagu "Betawi, Putri, Februariy 17". Permainan biolanya sangat memukau terutama pada lagu putri yang dimainkan dengan tempo lambat sangat terasa menusuk perasaan. Selanjutnya pada lagu "Betawi" Luluk Purwanto mampu membawa nuansa kita solah berada di Betawi dengan memasukan nada nada betawi pada lagu tersebut. 


Album Bhaskara 86 terdapat 9 lagu,
Side A : 
  • Feeling High ciptaan Udin Zach, Rudi Ghonta. 
  • Let's Do It Together cipt Bambang Nugroho. 
  • Putri cipt Yanti R. 
  • Woman In Space cipt Udin Zach. 

Side B : 
  • Life Is Too Short To Worry cipt Udin Zach, Rudi Ghonta. 
  • One Lonoly Flute cipt. Udin Zach dan Brian Batie
  • Betawi cipt Udin Zach
  • Februari 17 cipt Udin Zach
  • Staircase cipt Bambang Nugroho.


Lagu Putri dirilis ulang dengan menyertakan vokal Harvey Malaiholo pada tahun 1991. Setelah sukses pada album pertama di tahun 86, Bhaskara mengeluarkan album kembali di tahun 1987 untuk yang kedua kalinya, albumnya diberi judul "Lady Bird", lagu yang sempat hits diantaranya "Bayang bayang". Namun album ini tak sesukses album pertamanya. Lagu lagu pada album ini terkesan lebih datar, lebih ringan mungkin untuk menembus selera pasar agar jazz bisa lebih diterima masyarakat Indonesia. Dengan demikian penikmat musik pop justru mengenal Bhaskara setelah kemunculan album Lady Bird
Tahun 1991 meski Bhaskara telah ditinggal Luluk Purwanto yang pindah ke Eropa mengikuti suaminya Rene van Helsdingen, ternyata masih sempat mengeluarkan album ketiga dengan nama "Bhaskara 91". Bhaskara merilis albumnya atas dukungan manajemen Citra Dharma Bali Satya, melalui label Lolypop Record. Walaupun Bhaskara memiliki vokalis utama Vonny Sumlang, pada album volume ketiganya, Bhaskara '91 mengundang banyak bintang tamu untuk menyumbangkan vokalnya. Bintang tamu yang hadir diantaranya Harvey Malaiholo, Ermy Kullit dan Andi Meriem Matalatta .Di album ini Yanti R menyumbang 4 lagu ciptaannya  dan masing-masing dinyanyikan oleh 4 vokalis yang berbeda. Setelah album ke tiga, Bhaskara mulai vakum dan tak pernah mengeluarkan album lagi. Apalagi setelah wafatnya pimpinan Bhaskara Udin Zach karena sulit untuk dicarikan penggantinya. Udin Zach sangat produktif di Bhaskara dengan ciptaan lagunya yang sangat mendominasi pada album album Bhaskara. Selain itu Udin Zach merupakan pemain saxophone terbaik yang pernah dimiliki Indonesia selain Embong Raharjo.
Sayang untuk album volume 2 Bhaskara  'Lady Bird" kaset yang saya miliki hanya bertahan beberapa bulan saja karena rusak. Dan untuk album volume 3 :Bhaskara 91 saya tidak sempat membeli kasetnya.


Daftar lagu pada album ke 2 Lady Bird
  • Si Hitam cipt Udin Zach
  • Happy Hour cipt Bambang Nugroho danRudy Ghonta
  • Evening On The Beach cipt Udin Zach, Luluk, Rene
  • Morning Comes cipt Bambang Nugroho
  • Lady Bird cipt Udin Zach
  • Gejolak Diri cipt Djoko WH
  • Sunday 14th cipt Peter F Ghonta
  • Kaki Lima cipt Udin Zach
Semoga tulisan ini bisa menambah wawasan pengetahuan kita.

5 April 2015

Menikmati Bangunan Tua di Jalan Asia Afrika

Bagi rekan rekan dimanapun berada, adakah rencana jalan jalan ke Kota Bandung ?
Ya, memang setiap akhir pekan banyak wisatawan luar kota Bandung berbondong bondong menuju Bandung. Berbagai tujuan para wisatawan ini hadir dikota Bandung. Ada yang cuma sekedar melepas lelah setelah sibuk berurusan dengan segala aktifitas yang melelahkan atau sekedar ingin menikmati kuliner yang beraneka ragam ada di kota ini.
Nah, selain Anda menikmati keindahan kota dan wisata kuliner di Bandung, ada baiknya Anda menyempatkan diri ke ruas jalan Asia Afrika.   Kenapa..   Karena sepanjang jalan ini penuh dengan bangunan bangunan cagar budaya, bangunan bangunan tua bersejarah peninggalan masa kolonial Belanda yang hingga sekarang bangunan masih utuh sesuai aslinya dan masih digunakan.
Apa saja yang ada di jalan Asia Afrika?  Baiklah, mari kita jalan jalan kesana.

Jalan Asia Afrika.

Jalan ini merupakan sebagian ruas jalan tua yang dibangun pada tahun 1800-an oleh gubernur jendral Hindia Belanda Willem Daendels dengan sistim kerja paksa ( tanpa upah ) atau rodi kepada pribumi Indonesia. Dalam pembangunannya banyak sekali memakan korban meninggal karena sakit dan disiksa jika lambat bekerja saat membangun jalan tersebut. Willem Daendendels ditugaskan membangun jalan  sepanjang 1000 Km dari Anyer di ujung barat pulau Jawa, hingga Panarukan di ujung Pulau Jawa. Jalan Asia Afrika dahulu bernama Groote Postweg atau Jalan Raya Pos. Pemberian nama ini karena tidak jauh dari KM 0 ke arah barat, dan masih dalam ruas jalan ini terdapat sebuah Posten Kantoor atau kantor pos dan telegrap. Hingga sekarang kantor pos masih berfungsi dalam melayani pengiriman surat surat maupun paket dari masyarakat ke berbagai daerah termasuk keluar negeri...

Grand Hotel Preanger

Masih berada di sudut antara jalan Asia Afrika dengan jalan Tamblong terdapat Grand Hotel Preangaer , yaitu sebuah hotel berbintang 5 peninggalan jaman kolonial Belanda yang masih melayani tamu hingga sekarang. Hotel tersebut awalnya merupakan merupakan toko, tetapi pada tahun 1897  seorang Belanda bernama W.H.C. Van Deeterkom toko itu diubah menjadi penginapan bernama Hotel Preanger. Selanjutnya pada tahun 1920 berubah nama menjadi Grand Hotel Preanger sampai sekarang. Pada tahun 1955 hotel ini merupakan salah satu tempat menginap para tamu delegasi Konfrensi Asia Afrika karena letaknya tidak jauh dari Gedung Merdeka sebagai tempat  diselenggarakan sidang Koferensi Asia Afrika tanggal 18 - 24 april 1955.

Kantor Dinas Bina Marga

Tepat bersebelahan dengan Grand Hotel Preanger kearah barat, pandangan tertuju pada sebuah monumen unik yang terpajang dihalaman gedung. Sebuah Stoom Walls tua atau mesin penggiling jalan terpajang didepan kantor Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Barat. Mesin ini masih menggunakan teknologi mesin uap dengan penggunaan kayu bakar sebagai bahan bakar untuk menggerakan mesin tersebut. Terletak persis dengan monument tersebut, terdapat patok KM 0 Kota Bandung. KM 0 merupakan titik awal penghitungan jarak dari kota Bandung menuju kota kota lainnya.

Gedung Harian Umum Pikiran Rakyat

Harian Umum Pikiran Rakyat merupakan Koran daerah paling terkenal di Jawa Barat. Gedung Harian Umum Pikiran Rakya berdiri sejak masa pemerintahan Belanda.. Gedung rancangan C.P. Wolff Schoemaker ini dibangun tahun 1920 dengan gaya arsitektur Neo Klasik yang terlihat dari bentuk atap berperisai (Helm Roof). Mulanya gedung ini digunakan sebagai kantor de Kock, Sparkes & Co pada tahun 1920-an. Sekitar sepuluh tahun kemudian menjadi kantor Autohandel Mascotte (1930-an) dan pada tahun 1950-an ditempati Mascotte Trading Co. Baru pada tahun 1971, bangunan ini dimiliki PT Pikiran Rakyat Bandung. Pada bangunan sebelahnya, terdapat sebuah monumen  mesin cetak kuno pada halaman depan gedung tersebut. Dahulu gedung sebelahnya ini merupakan gedung milik PT Garuda Indonesia Airways, kemudian sejak tahun 2004 dimiliki oleh PT Pikiran Rakyat

Hotel Savoy Homann

Diseberang gedung HU Pikiran Rakyat, terdapat sebuah bangunan unik melengkung membentuk huruf J dengan prasasti Dasasila Bandung pada bagian depan hotel. Hotel Savoy Homann, yaitu salah satu hotel berbintang 4 peninggalan jaman Belanda milik keluarga Homann. Bangunan dirancang tahun 1939, dengan desain gelombang samudera bergaya art deco karya Albert Aalbers. Seperti Grand Hotel Preanger, tahun 1955 hotel inipun digunakan untuk menginap para tamu penting delegasi peserta Konfrensi Asia Afrika,  diantaranya adalah Ir Soekarno, Ho Chi Minh dan Tito. Dikabarkan bintang film Charlie Chaplin juga sempat menginap di hotel ini.

Gedung Kimia Farma


Bersebelahan dengan gedung HU Pikiran Rakyat terdapat sebuah apotek yang bergaya tempo dulu dan belum banyak mengalami perubahan. Bangunan ini masih dipertahankan seperti jaman dahulu.










Gedung De Vries

Bertempat persis menghadap jalan Braga, terdapat sebuah gedung memanjang dengan menara pada sisi sebelah timur serta tiang tiang kolom besar pada sebagian besar bangunannya, Gedung De Vries namanya. Pada tahun 1811 gedung ini awalnya berupa rumah tinggal yang digunakan sebagai tempat berkumpulnya orang Belanda pengelola perkebunan. Selanjutnya menjadi warrenhuis atau toserba De Vries yang menjual berbagai keperluan sehari hari. Disebut sebut, toserba ini merupakan toserba pertama di Bandung. Selanjutnya tahun 1919 di pugar oleh arsitek Edward Cuypers dan Huiswitt dan hingga saat ini gedung tidak berubah. Setelah sempat terlantar beberapa tahun, maka sejak pertengahan tahun 2010 gedung digunakan oleh Bank OCBC NISP.

Museum Asia Afrika

Di sudut jalan Braga, berhadapan dengan gedung De Vries terdapat  sebuah bangunan Museum Konferensi Asia Afrika. Dalam gedung ini terdapat dokumen dokumen penting, naskah, foto foto, peralatan yang digunakan dalam sidang konferensi Asia Afrika serta diorama yang menggambarkan saat konferensi Asia Afrika diselenggarakan pada tahun 1955. Gedung ini awalnya bersatu dengan gedung disebelahnya yaitu Gedung Merdeka. Tetapi bagian timur dari gedung ini digunakan sebagai Museum Konferensi Asia Afrika yang diresmikan oleh Presiden Soeharto tahun 1980 bertepatan dengan peringatan Konferensi Asia Afrika yang ke 25. Dibuatnya museum ini atas prakarsa menteri luar negeri Prof. Mochtar Kusumaatmaja yang sering mendapat usulan dari Negara Negara peserta konferensi Asia Afrika..

Gedung Merdeka

Gedung Merdeka merupakan gedung utama yang digunakan sidang Koferensi Asia Afrika tanggal 18 – 24 april 1955 yang diikuti oleh 29 kepala negara dari benua Asia dan Afrika. Konferensi Asia Afrika menghasilkan perumusan yang dikenal dengan Dasasila Bandung yaitu 10 butir kesepakatan kerjasama dalam bidang ekonomi, perdamaian dan kebudayaan serta melawan kolonialisme. Gedung ini awalnya bernama Societiet Concordia, yaitu tempat berkumpulnya orang perkebunan dan orang orang kaya bangsa Belanda. Jaman jepang gedung ini bernama Dai Toa Kaman fungsinya sebagai tempat pusat kebudayaan. Pada tahun 1945 digunakan sebagai markas pemuda Indonesia. Tahun 1946 – 1950 digunakan sebagai gedung pertemuan umum. Menjelang dilaksanakan Konferensi Asia Afrika, gedung dipugar dan berganti nama menjadi Gedung Merdeka tahun 1955 atas prakarsa presiden Soekarno. Gedung ini dirancang tahun 1921 oleh arsitek ternama saat itu Van Galen Last dan C.P. Wolff Schoemaker.

Gedung PLN

Gedung PLN terletak disamping sungai Cikapundung. Di area gedung ini terdapat sebuah sumur yang diyakini ada hubungannya dengan lahirnya kota Bandung yaitu Sumur Bandung. Sumur tersebut dihormati dalam segi budaya dan adat masyarakat sekitar. Konon sumur tersebut berasal dari keluarnya air saat R.A.A Wiranatakusumah menancapkan tongkatnya didekat sungai Cikapundung. Gedung PLN di rancang oleh arsitek Belanda terkenal C.P. Wolff Schoemaker pada tahun 1933 dan di resmikan tahun 1939 sebagai kantor N.V. Gebeo, yaitu sebuah perusahaan listrik Belanda. Selanjutnya diteruskan menjadi kantor P.T. Perusahaan Listrik Negara (persero) .

Gedung Nedhandel NV

Yang pernah saya tahu, gedung ini dulu adalah gedung Bank Expor Impor (Bank Exim). Sekarang gedung tersebut digunakan Bank Mandiri. Bank Mandiri merupakan merger atau penggabungan dari Bank Bumi Daya, Bank Expor Impor, Bank Dagang Negara dan Bank Bapindo. Gedung ini dirancang tahun 1912 oleh arsitek Hulswit Vermen dan Edward Cuypers. Awalnya gedung ini digunakan sebagai kantor Nederlandche Handel Maatchappij NV, selanjutnya tahun 1960 diambil alih Indonesia dan menjadi Bank Expor Impor. Dan sejak tahun 1998 digunakan sebagai Bank Mandiri yang merupakan gabungan dari empat buah bank diatas.

Gedung Jiwasraya

Dari gedung Nedhandel berjalan ke barat lagi melewati gedung modern Bank BRI, Anda akan bertemu kembali dengan gedung tua. Gedung Jiwasraya yang dibangun tahun 1914 oleh arsitek Ir Sauyft dan Ir F.L. Wiemans. Awalnya merupakan gedung perusahaan asuransi Belanda NILLMIJ, Nederlanche Indische Levens Verzekering en Lijfren Maatchaappij. Sejak tahun 1960, gedung diambil alih pemerintah Indonesia dan selanjutnya digunakan oleh perusahaan asuransi Jiwasraya.



Gedung Bank Mandiri


Pernah saya tahu gedung dengan menara jam yg terletak di sudut jalan Banceuy dengan jalan Asia Afrika ini merupakan gedung Bank Dagang Negara. Awalnya gedung digunakan oleh NIEM, Nederlandche Indische Escompto Maatschaappij atau dikenal dengan Bank Escompto yang beroperasi pada tahun 1857 hingga tahun 1958. Selanjutnya tahun 1960 berganti menjadi Bank Dagang Negara. Sejak tahun 1999 digunakan sebagai Bank Mandiri. Bank Mandiri  merupakan gabungan dari Bank Dagang Negara, Bank Expor Impor, Bank Bumi Daya, Bank Bapindo.

Kantor Pos Besar

Sebuah bangunan dengan desain Art Deco Geometrik berdiri di jalan Asia Afrika bersebelahan dengan Bank Mandiri namun terpisahkan oleh jalan Banceuy. Dahulu di sebut Posten Kantoor atau Kantor Pos dan Telegrap. Gedung ini dibangun dari tahun 1928 hingga 1931, dan didesain oleh arsitek J. Van Gent. Sampai saat ini gedung masih berfungsi melayani masyarakat dalam pengiriman surat dan barang.




Gedung Swarha

Berhadapan dengan Gedung Kantor Pos dan Bank Mandiri, atau tepatnya adalah bersebelahan dengan Masjid Raya Bandung, terdapat gedung Swarha. Dahulu bernama gedung Swarha Islamic. Gedung ini pada tahun 1955 merupakan hotel tempat menginap para tamu jurnalis negara negara peliput konferensi Asia Afrika. Gedung ini menjadi pilihan karena letaknya bersebelahan dengan kantor pos, sehingga para jurnalis dapat dengan segera mengirim beritanya kepada kantor kantor media mereka melalui kantor pos ini. Jika dilihat dari bentuk bangunan yang unik dan melengkung, sudah bisa ditebak bahwa perancang gedung ini adalah seorang arsitek Belanda terkenal yaitu C.P. Wolff Schoemaker. Gedung dibangun tahun 1930 - 1935. Sekarang gedung tersebut hanya lantai dasar saja yang digunakan sebagai toko kain, sementara lantai dua keatas tidak difungsikan apa apa alias kosong.

Alun alun

Setelah jalan jalan menyusuri jalan Asia Afrika, kini saatnya melepas lelah di Alun alun. Anda bisa duduk duduk dibangku bagian timur atau bagian selatan dibawah rindangnya pepohonan yang ada. Atau Anda dapat bermain diarea rumput yg hijau. Eh, rumputnya bukan beneran lho, tapi rumput sintetis. Dahulu alun alun dengan Masjid Raya Bandung (dahulu namanya Masjid Agung Bandung), terpisahkan oleh ruas jalan. Kini jalan tersebut sudah tidak ada dan Masjid bersatu dengan alun alun. Alun alun yang sekarang merupakan hasil renovasi diakhir tahun 2014. Terdapat menara kembar Masjid Raya Bandung yang dibuka untuk umum di alun alun ini, dan Anda dapat menikmati indahnya pemandangan kota Bandung dari ketinggian sekitar 80 m dari menara tersebut.


Masjid Raya Bandung

Nah setelah merasa sejuk, sempatkanlah melaksanakan shalat 5 waktu di Masjid Raya Bandung. Masjid Raya Bandung Propinsi Jawa Barat dahulu bernama Masjid Agung Bandung. Awal dibangun bersamaan dengan terbentuknya kota Bandung. Sejak pertama dibangun tahun 1812, Sejak masjid ini berdiri telah berulang kali dipugar, kurang lebih sebanyak tujuh kali pemugaran. Menjenlang tahun 1955 masjid mengalami perombakan besar, hal ini berkaitan dengan akan digunakannya masjid oleh para tamu delegasi Konferensi Asia Afrika.  Bentuk bangunan terakhir yang kita lihat sekarang ini merupakan bentuk hasil renovasi tahun 2001 yang selesia tahun 2003 selain itu alaun alun juga mengalami penataan sehingga akhir penataan masjid dan alun alun, dinyatakan selesai tahun 2006. Masjid Raya Bandung mempunyai menara kembar setinggi 81 meter dibekas jalan alun alun barat.

Pendopo

Jika Anda tengah berada di alun alun untuk melepas lelah dan mengarahkan pandangan ke sebelah selatan, Anda akan melihat sebuah benteng berlubang motif sisik ikan, yang bentuknya dari dulu tidak berubah hingga saat ini, dengan gapura bertuliskan BANDUNG JUARA pada pintu gerbangnya. Dibalik benteng tersebut terdapat pendopo. Pendopo merupakan sebutan untuk rumah dinas bupati kabupaten Bandung jaman dahulu. Sekarang adalah rumah dinas walikota Bandung. Pendopo didirikan pada tahun 1850 oleh Bupati kabupaten Bandung, R.A. Wiranatakusumah IV  (1794 -1829 ).

Bioskop Dian

Bersebelahan dengan Pendopo Walikota Bandung terlihat sebuah bangunan tempo dulu. Bangunan yang terletak di sudut alun alun ini sekarang berfungsi  sebagai gedung kantor hukum. Dahulu gedung ini merupakan gedung bioskop Dian, sebuah bioskop terkenal di Bandung, yang setia memutar film film India. Warga Bandung yang ingin menyaksikan film India sudah pasti menuju bioskop ini. Gedung ini dahulu bernama gedung bioskop Radiocity, dimiliki oleh J.F.W. de Kort dan menayangkan film-film India. Radiocity beroperasi di tahun 1940an.

Belanja di jalan Dalem Kaum dan Pasar Baru

Setelah puas wisata jalan jalan menikmati bangunan tua di jalan Asia Afrika, sebelum meninggakan kota Bandung, Anda dapat belanja oleh oleh bagi orang orang yang ditinggal, sebelum meninggalkan kota Bandung. Tempat belanja  yang paforit dikunjungi adalah pertokoan di jalan Dalem Kaum dan Pasar Baru Bandung. Jalan Dalem Kaum terletak di samping Masjid Raya Bandung. Sedangkan Pasar Baru berada di jalan Oto Iskandardinata. Untuk menuju Pasar Baru, dari Hotel Swarha berjalan ke barat hingga lampu merah selanjutnya belok kanan. Tidak jauh dari situ Pasar Baru berada. Pasar Baru selalu ramai dikunjungi para wisatawan dari berbagai daerah diluar Bandung termasuk wisatawan manca negara, apa lagi disaat hari hari libur, lalu lintas depan Pasar Baru selalu terjadi kepadatan karena pengunjung Pasar Baru membludak. Aneka keperluan mulai dari fasion hingga makanan termasuk oleh oleh haji ada disini. 

1 April 2015

Kampung dan Tahu Cibuntu

Anda kenal dengan panganan yang satu ini? Pastilah semua orang mengenalnya, karena panganan ini merupakan panganan tradisional yang sudah ada sejak jaman dahulu kala. Terbuat dari kacang kedelai, berbentuk kotak, bertekstur lembut. Dari balita hingga kakek nenek bisa menikmatinya.
Apakah itu?
Yaa, tahu.. tahu adalah makanan yang awalnya berasal dari daratan tiongkok. Hampir di berbagai daerah di Indonesia terdapat daerah daerah pembuat tahu.
Bagi warga sekitar Jawa Barat, sudah sangat mengenal dengan tahu. Tahu biasa dibeli sebagai cemilan atau buah tangan ketika melintas di kota Sumedang. Banyak pedagang tahu baik ditoko maupun kaki lima berjajar sepanjang kota Sumedang.
 Ada dua jenis tahu yang dikenal masyarakat Jawa Barat yaitu tahu sumedang dan tahu cibuntu. Dilihat dari namanya sudah jelas bahwa tahu sumedang berasal dari kota Sumedang sedangkan tahu cibuntu, tahu yang dibuat di kampung Cibuntu kota Bandung. Meskipun sama sama tahu, antara tahu sumedang dan tahu cibuntu memiliki jenis berbeda.
Tahu sumedang biasanya dijual dalam bentuk matang yang telah digoreng dan banyak diburu wisatawan sebagai cemilan atau oleh oleh.
Sementara tahu cibuntu biasanya dipasarkan dalam bentuk mentah berwarna kuning. Tahu cibuntu lebih dikenal sebagai tahu sayur, karena tahu ini sering dimanfaatkan sebagai lauk ketika makan nasi. Bisa di goreng, direbus dan disayur atau dibuat aneka varian lain sebagai lauk pauk teman makan nasi. Namun demikian, tahu cibuntu juga bisa dinikmati mentah mentah, apalagi dimakan dalam keadaan hangat sesaat setelah keluar dari pabrik. Disertai dengan bumbu kecap, cabe rawit pedas membuat penikmat tahu mentah enggan berhenti makan tahu. Ach, maknyos.

Tahu Kuning Cibuntu

Dimanakah kampung Cibuntu
Pada awalnya, Cibuntu merupakan daerah yang luas, tetapi dengan jumlah populasi masyarakat yang terus bertambah, terjadilah pemekaran wilayah, maka kampung Cibuntu terbagi dua. Sebagian masuk wilayah Kecamatan Babakan Ciparay, dan yang lainnya masuk Kecamatan Bandung Kulon. Nama Cibuntu juga digunakan sebagai nama jalan, yakni Jalan Tjibuntu. Tapi sejak pertengahan dekade 70an, jalan Tjibuntu berubah nama, menjadi jalan Holis.  Nama Holis diambil sebagai penghormatan kepada seorang pahlawan setempat yang gugur dijalan Tjibuntu. Letak kampung Cibuntu sebagai sentra tahu saat ini berada di sekitar persimpangan antara jalan Pasirkoja dengan jalan Sukarno Hatta.

Awal mula sentra tahu Cibuntu
Konon kampung Cibuntu mulai mengenal produksi tahu pada tahun 1937. Ketika itu seorang imigran asal Cina bernama babah Mpe mendirikan pabrik tahu rumahan di Kampung Cibuntu. Selanjutnya pada tahun 1947 pabrik tahu diambil alih karyawannya karena babah Mpe pulang kenegerinya. Baru sekitar tahun 1970an mulai berkembang dengan banyaknya warga sekitar yang juga membuka usaha dibidang pembuatan tahu. Kepandaian ini terus turun menurun pada generasi selanjutnya hingga kini. Perkembangan industri ini tak lepas akibat beralihnya teknologi penggilingan kacang kedelai yang sebelumnya menggunakan penggilingan manual beralih dengan penggilingan mesin.

Mesin penggiling kedelai untuk membuat tahu

Seiring dengan banyaknya pabrik tahu disana diikuti pula dengan banyaknya para pedagang tahu. Dengan sepeda atau sepeda motor, pedagang tahu berkeliling menjajakan tahunya keluar masuk kampung. Ternyata para pedagang tahu tidak saja menjual tahunya berkeliling hanya di kawasan Bandung saja tetapi berdagang sampai keluar kota sekitar Bandung seperti Lembang, Majalaya, Cianjur dan kota kota lainnya di Jawa Barat. Demi mengembangkan usahanya sebagian pengrajin tahu cibuntu, melakukan ekspansi dengan mendirikan pabrik tahu di kota kota lain. Meski telah diproduksi di luar kawasan Cibuntu, para pengrajin tidak melepaskan julukan tahu ini sebagai tahu cibuntu. Dengan demikian tahu cibuntu cukup dikenal meski berada diluar daerah asalnya.
Menjual tahu berkeliling kampung memakai sepeda atau sepeda motor


Varian tahu cibuntu
Varian yang diproduksi oleh pengrajin tahu cibuntu, meliputi tahu kuning dan tahu putih, tetapi kini diproduksi pula tahu bulat dan tahu stick.
Tahu kuning merupakan tahu putih yang diberi warna kuning dari bahan kunyit. Biasanya tahu langsung digoreng sebagai teman makan nasi atau dibuat varian masakan lainnya seperti kupat tahu, sayur tahu dan sebagainya.
Sementara tahu putih biasanya diproduksi untuk keperluan baso tahu atau cemilan dengan bahan dasar tahu seperti batagor (baso tahu goreng) atau gehu (toge tahu) dan sebagainya.
Nah untuk tahu bulat dan tahu stick sering digoreng langsung sebagai cemilan sambil santai dirumah.

Demikian sekilas mengenai kampung dan tahu cibuntu. Untuk Anda yang ingin berkunjung ke sentra tahu cibuntu mudah kok. Jika datang dari Tol Purbaleunyi, maka keluar melalui pintu tol Pasirkoja. Selanjutnya ketemu lampu merah jalan Sukarno Hatta, maka dikawasan inilah sentra tahu cibuntu berada. Masalah rasa, tentu lain koki lain masakan. Tetapi secara umum rasanya nikmat untuk dimakan dengan cara apapun... 
Selamat menikmati.