Tanpa terasa beberapa hari kedepan kita akan menghadapai bulan suci Ramadhan, dimana tentunya bagi umat muslim akan melaksanakan ibadah puasa sebulan penuh, dan setelah usai ibadah puasa ditutup dengan Idul Fitri yang harapannya adalah kita akan bersih kembali dari segala dosa, kembali kepada fitri, bersih bagaikan bayi yang baru lahir.
Yang menarik perhatian saya sebagai orang awam adalah terjadinya perbedaan awal puasa dan Idul Fitri. Kita sudah sering diributkan mengenai hal ini, sehingga membuat kebingungan di masyarakat. Sebagaimana kita ketahui bahwa ibadah puasa serta Idul Fitri dilaksanakan pada tanggal 1 dalam bulan kalender Hijriyah. Puasa diawali pada tanggal 1 Ramadhan dan Idul Fitri dilaksanakan pada tanggal 1 Syawal. Sementara yang terjadi di masyakat adalah adanya perbedaan dalam pelaksanaannya, dimana kelompok yang satu memulai berpuasa atau lebaran pada hari ini, sementara kelompok yang lainnya baru akan melaksanakannya pada keesokan harinya, yang menjadi pertanyaan kenapa bisa terjadi perbedaan seperti itu. Akhirnya penasaran juga, sehingga perlu mencari tahu masalahnya.
Metode yang biasa digunakan dalam menentukan awal bulan pada sistim kalender Hijriyah adalah metode hisab ( perhitungan ) dan metode rukyat ( pengamatan ), Dan yang menjadi pengamatan dalam menentukan kalender Hijriyah adalah peredaran bulan.
Hisab adalah perhitungan matematis dan astronomis untuk menentukan posisi bulan sabit sebagai penentu awal bulan dalam kalender Hijriyah.
Rukyat adalah pengamatan visibilitas bulan sabit dengan mata telanjang atau dengan menggunakan alat.
Semua ormas Islam mempunyai kemampuan dalam ilmu hisab sehingga dapat menentukan kapan datangnya bulan muda hilal sebagai awal bulan dalam kalender Hijriyah. Namun dalam metode pengamatan ( rukyat ) untuk mengamati hilal, meski semua sama sama memilki kemampuan dalam rukyat, ternyata tidak semua ormas mempunyai pandangan yang sama. Disinilah yang menjadi pangkal persoalan terjadinya perbedaan dalam menentukan bulan baru pada sistim kalender Hijriyah. Dalam kalender Hijriyah penghitungan hari diawali sejak matahari terbenam ( magrib ) dan awal bulan ditentukan oleh penampakan visibilitas bulan. Bulan pada kalender hijriah bisa berumur 29 atau 30 hari.
Pelaksanaan rukyat dilakukan setiap akhir bulan tanggal 29 sore, menjelang terbenam matahari. Apabila waktu magrib setempat hilal dapat teramati maka pada tempat tersebut bulan kalender berganti, sedangkan bila hilal tak terlihat, maka pergantian awal bulan akan terjadi keesokan harinya waktu magrib.
Dalam pelaksanaan rukyat terdapat 3 kemungkinan kondisi posisi bulan:
Ormas Islam yang menggunakan metode Wujudul Hilal adalah Muhamadiyah, dan dasar yang digunakan adalah perintah Al-Qur'an pada QS. Yunus: 5, QS. Al Isra': 12, QS. Al An-am: 96, dan QS. Ar Rahman: 5, serta penafsiran astronomis atas QS. Yasin: 36-40.
Sedangkan NU dan PERSIS menggunakan metode Hisab dan Rukyat. Dan berpegangan pada Hadist Nabi Muhammad: “Berpuasalah kamu karena melihat hilal dan berbukalah kamu karena melihat hilal. Jika terhalang maka genapkanlah (istikmal) menjadi 30 hari". Rukyat dilakukan karena mencontoh sunnah Rasulullah dan para sahabatnya dan mengikut ijtihad para ulama empat mazhab. Hisab tetap digunakan, meskipun hanya sebagai alat bantu dan bukan sebagai penentu masuknya awal bulan Hijriyah.
Dengan perbedaan tersebut, masyarakat dibuat bingung, manakah yang akan dijadikan patokan dalam memulai pelaksanaan ibadahnya, namun solusi sementara yang dapat diberikan adalah “ mari kita saling menghormati “. Memang semua berpegangan pada dasar dasar yang ada. Namun akan terasa lebih indah jika terdapat satu kebersamaan, terutama saat pelaksanaan Idul Fitri.
Dapatkah diupayakan untuk menyamakan persepsi ?
Tentu saja kita sangat berharap semua ormas dapat duduk bersama untuk mencari solusi yang lebih tepat dalam menentukan awal bulan pada kalender tahun Hijriyah . Hal ini menjadi penting, sebab penentuan awal bulan dalam sistim kalender Hijriyah ini, sangat berkaitan serta berpengaruh pada pelaksaan ibadah umat Islam seperti puasa yang diawali tanggal 1 Ramadhan atau Idul Fitri 1 Syawal, tahun baru 1 Muharam, Idul Adha 10 Djulhijah serta yang lainnya.
Demikian sedikit yang dapat disampaikan mengenai perbedaan awal Ramadhan dan Idul Fitri, mohon maaf jika banyak kekurangan serta terdapat beberapa kesalahan
Yang menarik perhatian saya sebagai orang awam adalah terjadinya perbedaan awal puasa dan Idul Fitri. Kita sudah sering diributkan mengenai hal ini, sehingga membuat kebingungan di masyarakat. Sebagaimana kita ketahui bahwa ibadah puasa serta Idul Fitri dilaksanakan pada tanggal 1 dalam bulan kalender Hijriyah. Puasa diawali pada tanggal 1 Ramadhan dan Idul Fitri dilaksanakan pada tanggal 1 Syawal. Sementara yang terjadi di masyakat adalah adanya perbedaan dalam pelaksanaannya, dimana kelompok yang satu memulai berpuasa atau lebaran pada hari ini, sementara kelompok yang lainnya baru akan melaksanakannya pada keesokan harinya, yang menjadi pertanyaan kenapa bisa terjadi perbedaan seperti itu. Akhirnya penasaran juga, sehingga perlu mencari tahu masalahnya.
Metode yang biasa digunakan dalam menentukan awal bulan pada sistim kalender Hijriyah adalah metode hisab ( perhitungan ) dan metode rukyat ( pengamatan ), Dan yang menjadi pengamatan dalam menentukan kalender Hijriyah adalah peredaran bulan.
Hisab adalah perhitungan matematis dan astronomis untuk menentukan posisi bulan sabit sebagai penentu awal bulan dalam kalender Hijriyah.
Rukyat adalah pengamatan visibilitas bulan sabit dengan mata telanjang atau dengan menggunakan alat.
Semua ormas Islam mempunyai kemampuan dalam ilmu hisab sehingga dapat menentukan kapan datangnya bulan muda hilal sebagai awal bulan dalam kalender Hijriyah. Namun dalam metode pengamatan ( rukyat ) untuk mengamati hilal, meski semua sama sama memilki kemampuan dalam rukyat, ternyata tidak semua ormas mempunyai pandangan yang sama. Disinilah yang menjadi pangkal persoalan terjadinya perbedaan dalam menentukan bulan baru pada sistim kalender Hijriyah. Dalam kalender Hijriyah penghitungan hari diawali sejak matahari terbenam ( magrib ) dan awal bulan ditentukan oleh penampakan visibilitas bulan. Bulan pada kalender hijriah bisa berumur 29 atau 30 hari.
Pelaksanaan rukyat dilakukan setiap akhir bulan tanggal 29 sore, menjelang terbenam matahari. Apabila waktu magrib setempat hilal dapat teramati maka pada tempat tersebut bulan kalender berganti, sedangkan bila hilal tak terlihat, maka pergantian awal bulan akan terjadi keesokan harinya waktu magrib.
Dalam pelaksanaan rukyat terdapat 3 kemungkinan kondisi posisi bulan:
- Ketinggian hilal kurang dari 0 derajat. Dipastikan hilal tidak dapat dilihat sehingga malam itu belum masuk bulan baru. Metode rukyat dan hisab sepakat dalam kondisi ini.
- Ketinggian hilal lebih dari 2 derajat. Kemungkinan besar hilal dapat dilihat.. Sehingga awal bulan baru, telah masuk malam itu. Metode rukyat dan hisab sepakat dalam kondisi ini.
- Ketinggian hilal antara 0 sampai 2 derajat. Kemungkinan besar hilal tidak dapat dilihat secara rukyat. Tetapi secara metode hisab hilal sudah di atas cakrawala. Jika ternyata hilal berhasil dilihat ketika rukyat, maka awal bulan telah masuk malam itu. Metode rukyat dan hisab sepakat dalam kondisi ini. Tetapi jika rukyat tidak berhasil melihat hilal maka metode rukyat menggenapkan bulan menjadi 30 hari sehingga malam itu belum masuk awal bulan baru. Dalam kondisi ini rukyat dan hisab mengambil kesimpulan yang berbeda.
Ormas Islam yang menggunakan metode Wujudul Hilal adalah Muhamadiyah, dan dasar yang digunakan adalah perintah Al-Qur'an pada QS. Yunus: 5, QS. Al Isra': 12, QS. Al An-am: 96, dan QS. Ar Rahman: 5, serta penafsiran astronomis atas QS. Yasin: 36-40.
Sedangkan NU dan PERSIS menggunakan metode Hisab dan Rukyat. Dan berpegangan pada Hadist Nabi Muhammad: “Berpuasalah kamu karena melihat hilal dan berbukalah kamu karena melihat hilal. Jika terhalang maka genapkanlah (istikmal) menjadi 30 hari". Rukyat dilakukan karena mencontoh sunnah Rasulullah dan para sahabatnya dan mengikut ijtihad para ulama empat mazhab. Hisab tetap digunakan, meskipun hanya sebagai alat bantu dan bukan sebagai penentu masuknya awal bulan Hijriyah.
Dengan perbedaan tersebut, masyarakat dibuat bingung, manakah yang akan dijadikan patokan dalam memulai pelaksanaan ibadahnya, namun solusi sementara yang dapat diberikan adalah “ mari kita saling menghormati “. Memang semua berpegangan pada dasar dasar yang ada. Namun akan terasa lebih indah jika terdapat satu kebersamaan, terutama saat pelaksanaan Idul Fitri.
Dapatkah diupayakan untuk menyamakan persepsi ?
Tentu saja kita sangat berharap semua ormas dapat duduk bersama untuk mencari solusi yang lebih tepat dalam menentukan awal bulan pada kalender tahun Hijriyah . Hal ini menjadi penting, sebab penentuan awal bulan dalam sistim kalender Hijriyah ini, sangat berkaitan serta berpengaruh pada pelaksaan ibadah umat Islam seperti puasa yang diawali tanggal 1 Ramadhan atau Idul Fitri 1 Syawal, tahun baru 1 Muharam, Idul Adha 10 Djulhijah serta yang lainnya.
Demikian sedikit yang dapat disampaikan mengenai perbedaan awal Ramadhan dan Idul Fitri, mohon maaf jika banyak kekurangan serta terdapat beberapa kesalahan